Budaya dan Tradisi Lisan Orang Banjar

April 25, 2018 Unknown 0 Comments

BUDAYA DAN TRADISI LISAN ORANG BANJAR

Suku bangsa Banjar ialah penduduk asli yang mendiami sebagian besar wilayah provinsi Kalimantan Selatan. Mayoritas masyarakatnya menganut agama Islam. Pengakuan bahwa religi sebagai suatu sistem, telah dikondisikan pada makna religi yang terdiri dari bagian-bagian yang behubungan satu sama lain dimana masing-masing bagiannya merupakan satu sistem yang tersendiri.
Adapun tradisi lisan oleh Suku Banjar sangat dipengaruhi oleh budaya MelayuArab, dan Cina. Tradisi lisan Banjar (yang kemudian hari menjadi sebuah kesenian) berkembang sekitar abad ke-18 yang di antaranya adalah Madihin dan Lamut. Madihin berasal dari bahasa Arab, yakni madah (ﻤﺪﺡ) yang artinya pujian. Madihin merupakan puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai dengan konvensi yang berlaku secara khusus dalam khasanah folklor Banjar di Kalsel. Sedangkan Lamut adalah sebuah tradisi berkisah yang berisi cerita tentang pesan dan nilai-nilai keagamaan, sosial dan budaya Banjar. Lamut berasal dari negeri Cina dan mulanya menggunakan bahasa Tionghoa. Namun, setelah dibawa ke Tanah Banjar oleh pedagang-pedagang Cina, maka bahasanya disesuaikan menjadi bahasa Banjar.
Orang banjar memiliki budaya dan tradisi lisan tersendiri yang sudah dimiliki sejak dahulu, seperti madihin, pasar terapung, baayan maulid, palui, kerajinan, adat perkawinan, kepercayaan kehamilan, dan lain sebagainya. Beberapa indikasi menunjukkan, sejumlah aspek kebudayaan Banjar sedang mengalami krisis. Budaya banjar saat ini sedang di tengah pengaruh globalisasi. Mengingat sifatnya yang dinamis, kebudayaan tak dapat ”dilestarikan” dalam pengertian seperti apa adanya pada suatu masa. Pakaian yang kita kenakan sekarang berbeda dengan pakaian yang dikenakan urang bahari misalnya. Contoh lain lagi misalkan dalam penggunaan bahasa banjar sehari-hari, bahasa Banjar terancam punah, karena tidak ada upaya sistematis dan terencana yang dilakukan pemerintah daerah dan masyarakat dalam pewarisan dan pembinaannya. Dalam era teknologi telekomunikasi dan informasi kini, berapa persen anak banua yang masih menguasai/menggunakan “bahasa Banjar yang baik dan benar” dalam berkomunikasi? Lihatlah “bahasa gaul” remaja Banjar di sekolah, kampus dan di radio-radio swasta (terutama di Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru), yang tidak berbeda dengan bahasa yang digunakan remaja di kota-kota besar di Pulau Jawa, Bali dan Sumatera.
            Jika kita ingat kembali kapan terakhir kali kita menyaksikan langsung (di lingkungan tempat tinggal kita) baturai pantunmadihinbasyairbadundam (bukan dari televisi)? Dalam setahun, berapa kali kita menyaksikan sastra tradisi Banjar, dibandingkan dengan menonton film di bioskop/televisi/VCD/DVD, acara karaoke, pertunjukan musik dangdut atau pop? Kalau urang Banjar benar-benar bangga dengan kebudayaan daerahnya, apakah semua sekolah di kabupaten/kota mengisi kurikulum muatan lokal (mulok) dengan bahasa, sastra dan kesenian daerah? Di Kota Banjarmasin, ada SMA favorit yang mengisi mata pelajaran mulok dengan Bahasa Inggris. Padahal, Bahasa Inggris sudah menjadi mata pelajaran tetap di sekolah dan kita sudah akrab dengan kosa katanya (misalnya, handphone, internet, chatting). Sementara itu, siapa yang tahu arti tangkujuh? Kalau masyarakat kita benar-benar bangga dengan kebudayaan daerahnya, sastra dan budaya Banjar-lah yang seyogianya dijadikan pilihan. Misalkan lagi seperti permainan-permainan yang sering dimainkan oleh anak-anak Banjar bahari, apakah anak-anak sekarang masih tetap memainkan permainan-permainan itu sekarang? Anak-anak sekarang hanya banyak bermain dengan gadget mereka dan menonton TV di rumah, sudah jarang ditemukan sekarang anak-anak yang masih melakukan permainan-pemainan anak-anak suku Banjar dahulu.
            Masyarakat Banjar adalah etnis mayoritas di Kalimantan. Bukan hanya di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat, tapi urang Banjar juga ada di Malaysia, Riau dan Kepulauan Riau, selain di bagian lain Nusantara. Seni tradisinya pun beragam: sastra, teater, tari, musik dan seni rupa.
Dalam bidang sastra ada pantun, basyair, madihin, baandi-andi, termasuk bamamang (mantra)
Dalam bidang tater misalkan ada mamandawayang kulitwayang gungjapin caritalamut (monolog/teatertutur), tantayunganbabagungandamarulanbakisahbapandung dan lain-lain.
Dalam bidang tari ada baksa kambangbaksa panahradap rahayurudatmanuping (tari topeng), japinlalansisittandik (tandik balian) dan lain-lain.
Dalam bidang tari ada ahuikurung-kurungkuridingkintungbumbung, lagu daerah Banjar dan lain-lain.
Dalam bidang seni rupa seperti ukir-ukirankaligrafisasirangan.
Dampak yang paling mengkhawatirkan dari arus globalisasi adalah terhadap agama dan tatanan nilai lainnya dalam masyarakat Banjar. Kehidupan agama pada zaman ini mau tidak mau memang akan terus ditantang. Dunia di luar dia adalah dunia persaingan. Karena itu, orang mencari perlindungan pada agama dan kedamaian pada agama.
Dalam era global, di mana melalui teknologi telekomunikasi dan informasi unsur-unsur budaya asing dengan leluasa memasuki ruang publik (hingga ke kamar tidur kita), di masa mendatang, kalau tak ada upaya konkrit yang dilakukan, mungkin kebudayaan Banjar akan tinggal kenangan.

0 komentar:

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.