Cerita

April 25, 2018 Unknown 0 Comments

SECERCAH CAHAYA UNTUK ZARA
Senja kembali menghadirkan warnanya yang indah, warna merah dengan kuning keemasannya itu kembali membuai hati seorang  Zara  Nadia  Akhyar, gadis yang saat ini sedang menuntut ilmu di sebuah pondok pesantren yang ada di Jawa Tengah. Dia biarkan angin senja menerpa wajahnya dan membuat jilbab panjangnya menari-nari bagaikan mendengarkan sebuah alunan lagu. Entah apa yang sedang dia pikirkan, dia begitu terbuai dengannya hingga dia memejamkan matanya dan mulai merasakan setiap hempasan angin yang menerpa wajah dan jilbab panjangnya.
“Assalamu’alaikum” sapa seorang gadis yang baru masuk ke kamar.
“Wa’alaikumussalam, eh Alya udah selesai pelajaran tambahannya ya? Terus mana Salwa sama Nadia? Nggak bareng sama kamu? Mereka ada pelajaran tambahan juga kan katanya?” tanya Zara dengan tidak sabar.
“Nggak kak, tadinya juga mau barengan tapi tadi aku cari ke kelas mereka, merekanya nggak ada, ya udah aku duluan aja.” jawab Alya
“Oh gitu, ya udah kamu mandi dulu sana, udah capek kan seharian di sekolah.”
“Iya capek banget” sahut Alya dengan wajah yang terlihat lelah. Diapun pergi untuk mandi dan Zara pun menutup jendela kamarnya karena hari sudah mulai gelap. Alya selesai mandi ketika Salwa dan Nabila datang. Mereka pun shalat maghrib bersama dengan Zara sebagai imamnya.
Malam pun semakin larut, waktu Isya pun sudah lama berlalu, Salwa dan Nadia pun sudah tidur karena lelah sehabis menjenguk istri ustadz Mujab yang baru melahirkan, sebelum tidur pun mereka  sempat bercerita pada Zara dan Alya tentang bagaimana keadaan istri ustadz Mujab dan bayinya yang kata mereka begitu menggemaskan dan sangat cantik sama seperti ibunya yang seorang syarifah. Sekarang hanya tersisa Zara dan Alya yang masih terjaga, Alya  yang memang masih sibuk dengan tugasnya dan Zara yang tidak bisa tidur.
“Alhamdulillah, akhirnya selesai juga semuanya, uuuuhhh capeknya.” keluh Alya yang baru saja menyelesaikan tugasnya sambil meregangkan otot-otot tangannya. Dia terkejut begitu berbalik dan melihat Zara yang masih terjaga sambil duduk melamun seperti ada yang sedang dipikirkannya.
“Kak Zara, kok akhir-akhir ini aku perhatikan kakak jadi sering melamun, kakak punya masalah? cerita dong siapa tau aku bisa bantu.” tegur Alya
“Lagi mikirin ujian ya? Ciyee yang mau lulus, lagi bingung mikirin universitas yang mau dipilih nih kayanya, soalnya kalo kakak mikirin ujian gak mungkin deh, kan kakak jenius, hehe.” Tebak Alya yang mencoba menerka apa yang sedang Zara pikirkan.
“Hus, kamu ini ngawur, jangan berlebihan gitu.” sanggah Zara
“Ya sudah, supaya aku gak ngawur dan nebak asal-asalan kakak cerita dong ada masalah apa?” Tanya Alya lagi dengan tidak sabar. Zara adalah sosok kakak yang sangat disayangi oleh Alya, karena Zara begitu memahami Alya ketika Alya dalam keadaan susah maupun senang dan Zara selalu menjadi orang pertama yang mendukung Alya dalam keadaan apapun, itu sebabnya kenapa Alya begitu peduli pada Zara, terutama ketika Zara berusaha menyimpan masalahnya sendiri dan menutupinya dari adik-adiknya. Tetapi Alya tau itu dan tidak ingin Zara terus merasa bimbang dengan masalah yang dialaminya.
“Aku memang bingung tentang kuliah, tapi aku bukan bingung tentang memilih universitas mana yang aku pilih melainkan tentang apakah aku ingin melanjutkan kuliah atau tidak.” jawab Zara setelah menimbang-nimbang apakah akan menceritakan masalahnya pada Alya atau tidak.
“Lho kok gitu?” jawab Alya kaget.
“Aku hanya lelah saja, lelah dengan semua aktivitas belajarku selama ini, semua tugas sekolah yang seolah tiada akhirnya, jadi aku menimbang-nimbang dan berpikir apakah lebih baik untuk berhenti sampai disini saja setelah lulus dari sini dan membantu ibuku di kampung.” jelas Zara
“Astagfirullah kak, kakak gak mikirin bagaimana reaksi kedua orang tua kakak nanti, mereka akan sangat kecewa jika kakak memutuskan hal seperti itu. Kakak satu-satunya putri mereka dan cuma kakak satu-satunya harapan mereka.” terang Alya mencoba menghentikan pikiran Zara untuk tidak melanjutkan sekolah.
“Aku nggak tau Al, selama ini aku mungkin pintar dalam segala pelajaran tapi aku tidak tau apa makna dari semua ini, aku dengan mudahnya mendapatkan semua yang kuinginkan, tetapi aku tidak pernah merasa yakin dengan apa yang kulakukan, apa yang sebenarnya kuinginkan akupun tidak tau, dan aku juga berpikir mungkin ibuku di kampung lebih membutuhkanku untuk membantunya bekerja.” jelas Zara
“Sekarang aku tanya sama kakak, kakak tau nggak apa makna dari ilmu pengetahuan?  Seberapa pentingnya ilmu pengetahuan itu bagi kita? “ tanya Alya. Zara hanya diam tidak menjawab pertanyaan Alya, sebenarnya dia tau apa itu ilmu pengetahuan, ustadz dan ustadzah mereka di pesantren sering mengajarkan mereka tentang hal itu, tapi Zara tidak pernah memaknainya dengan sungguh-sungguh. Dia hanya berpikir belajar untuk ujian, hanya itu.
“Kak Zara, aku nggak bermaksud ingin menggurui kakak, aku yakin kakak pasti lebih tahu dari aku dan lebih paham dibandingkan aku, aku hanya  ingin mengingatkan kakak sebagai seorang adik kepada kakaknya dan mencoba membantu kakak untuk keluar dari masalah yang kakak hadapi. Ustadz Rahman pernah mengajarkan tentang sebuah hadits kepada kita. Rasulullah pernah bersabda “tuntutlah ilmu dari buayan sampai liang lahat,” bukankah itu artinya tidak ada kata lelah dalam menuntut ilmu, tidak ada kata berhenti dalam menuntut ilmu, dan lagi ibu kakak pasti akan lebih senang jika melihat putri semata wayangnya terus melanjutkan sekolahnya dan menjadi putri yang membanggakan.
Zara merenungkan perkataan Alya dan membenarkan apa yang disampaikan oleh Alya. mereka terus melanjutkan pembicaraan mereka hingga malam pun semakin larut dan berlalu.
Sepanjang hari di sekolah Zara selalu memikirkan perkataan Alya tadi malam tentang pentingnya menuntut ilmu.
Zara mengingat-ingat apa yang disampaikan Alya padanya, “Kak Zara, ilmu itu membuat seseorang jadi mulia, baik dihadapan manusia juga dihadapan Allah, begitu banyak kemuliaan dari menutut ilmu, Nabi pernah bersabda “Barangsiapa berjalan di satu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalan baginya menuju surga. Dan sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi penuntut ilmu tanda ridha dengan yang dia perbuat.” Tutur Alya panjang lebar, Zara mulai menangis dan memeluk Alya, dia berterima kasih karena Alya sudah peduli padanya dan mau mengingatkannya akan kesalahannya, Zara sadar akan kesalahan yang telah dia lakukan dan berjanji akan memikirkan lagi keputusannya untuk melanjutkan pendidikanya ke jenjang yang lebih tinggi.
Sepanjang pelajaran ustadz Ilyas Zara terus menyimak apa yang ustadz Ilyas sampaikan, beliau sedang menjelaskan tentang pentingnya menuntut ilmu.
“Hendaknya setiap muslim tidak membiarkan dirinya terus-menerus dalam keadaan bodoh akan ilmu agamanya sendiri. Sebab kebodohan itu apabila terus-menerus di pelihara dapat mengantarkannya kepada kehinaan dan kerugian yang besar. Itulah mengapa menuntut ilmu itu sangat penting bagi setiap manusia. Seseorang yang berilmu adalah cahaya yang menjadi petunjuk bagi manusia dalam urusan agama maupun dunia. Imam Ahmad bin Hambal  pernah berkata “Manusia sangat berhajat pada ilmu lebih daripada hajat mereka pada makanan dan minuman, karena manusia berhajat pada makanan dan minuman sehari sekali atau dua kali akan tetapi manusia berhajat pada ilmu sebanyak bilangan nafasnya.” Zara begitu terhanyut dengan penjelasan ustadz Ilyas hingga tanpa sadar dia menitikkan air matanya, dia sadar betapa bodohnya dia selama ini. Orang tuanya mengirimnya ke pesantren ini agar dia menjadi pribadi yang  lebih baik, paham ilmu agama dan mengamalkannya. Tapi dia bahkan sempat berpikir bahwa belajar itu melelahkan. Padahal jika seseorang itu bersungguh-sungguh dan ikhlas menuntut ilmu maka seberapapun ilmu yang dia miliki, dia akan terus-menerus merasa haus dan selalu ingin menambah ilmunya lagi dan lagi bahkan hingga akhir hayatnya.
Ujian kelas XII  dilaksanakan selama 2 minggu. Dan hari perpisahan itupun tiba, setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Alya, Nabila dan Salwa sangat sedih melepas kepergian Zara dari pesantren. Terutama Alya yang sedih karena Zara pernah bilang tidak mau melanjutkan kuliahnya.
Zara menghampiri adik-adik yang akan dia tinggalkan dan memeluk mereka satu-persatu, dia merasa sedih karena harus meninggalkan mereka semua yang selama ini selalu ada untuknya, hingga tiba saatnya Zara berhadapan dengan Alya yang sedang berusaha menahan air matanya karena harus melepas kepergian kakak yang dia sayangi selama ini.
“Alya, ada sesuatu yang ingin ku tunjukkan padamu” Zara menyodorkan sebuah amplop pada Alya, Alya sempat bingung amplop apa itu, dia membukanya dan betapa terkejutnya Alya bahwa isinya adalah sebuah surat pemberitahuan bahwa Zara lulus beasiswa sekolah di Mesir. Alya begitu bahagia membacanya, dia langsung memeluk Zara dan meneteskan air mata haru. Ternyata Zara diam-diam mengikuti tes tanpa sepengetahuan Alya karena ingin memberikan kejutan untuknya.
“Terima kasih Alya, kamu adalah salah satu alasanku mengapa aku memutuskan untuk ikut tes ini, aku tidak akan pernah melupakan apa yang kamu sampaikan padaku malam itu dan aku tidak akan melupakan pesantren ini yang telah mengajarkan aku banyak hal dan mempertemukanku dengan sosok teman, adik, juga saudara sepertimu, Salwa dan Nabila.” tutur Zara dalam pelukannya.
Mereka berdua pun larut dalam tangisan haru dan bahagia dengan semua nikmat Allah yang telah diberikan-Nya pada mereka semua, mereka yakin bahwa Allah tidak akan membiarkan hambanya terus-menerus berada dalam kegelapan selama hambanya memiliki niat yang lurus dan ikhlas dalam hatinya dan Allah tidak akan pernah memberikan ujian ataupun cobaan melebihi dari kemampuan makluk-Nya.
Cerpen karangan : Muslimah Syurga (16/08/2015)

0 komentar:

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.