Cerita
SECERCAH CAHAYA UNTUK ZARA
Senja
kembali menghadirkan warnanya yang indah, warna merah dengan kuning keemasannya
itu kembali membuai hati seorang Zara Nadia Akhyar, gadis
yang saat ini sedang menuntut ilmu di sebuah pondok pesantren yang ada di Jawa
Tengah. Dia biarkan angin senja menerpa wajahnya dan membuat jilbab panjangnya
menari-nari bagaikan mendengarkan sebuah alunan lagu. Entah apa yang sedang dia
pikirkan, dia begitu terbuai dengannya hingga dia memejamkan matanya dan mulai
merasakan setiap hempasan angin yang menerpa wajah dan jilbab panjangnya.
“Assalamu’alaikum”
sapa seorang gadis yang baru masuk ke kamar.
“Wa’alaikumussalam,
eh Alya udah selesai pelajaran tambahannya ya? Terus mana Salwa sama Nadia?
Nggak bareng sama kamu? Mereka ada pelajaran tambahan juga kan katanya?” tanya
Zara dengan tidak sabar.
“Nggak kak, tadinya
juga mau barengan tapi tadi aku cari ke kelas mereka, merekanya nggak ada, ya
udah aku duluan aja.” jawab Alya
“Oh gitu, ya udah
kamu mandi dulu sana, udah capek kan seharian di sekolah.”
“Iya capek banget”
sahut Alya dengan wajah yang terlihat lelah. Diapun pergi untuk mandi dan Zara
pun menutup jendela kamarnya karena hari sudah mulai gelap. Alya selesai mandi
ketika Salwa dan Nabila datang. Mereka pun shalat maghrib bersama dengan Zara
sebagai imamnya.
Malam pun semakin
larut, waktu Isya pun sudah lama berlalu, Salwa dan Nadia pun sudah tidur
karena lelah sehabis menjenguk istri ustadz Mujab yang baru melahirkan, sebelum
tidur pun mereka sempat bercerita pada Zara dan Alya tentang bagaimana
keadaan istri ustadz Mujab dan bayinya yang kata mereka begitu menggemaskan dan
sangat cantik sama seperti ibunya yang seorang syarifah. Sekarang hanya tersisa
Zara dan Alya yang masih terjaga, Alya yang memang masih sibuk dengan
tugasnya dan Zara yang tidak bisa tidur.
“Alhamdulillah,
akhirnya selesai juga semuanya, uuuuhhh capeknya.” keluh Alya yang baru saja
menyelesaikan tugasnya sambil meregangkan otot-otot tangannya. Dia terkejut
begitu berbalik dan melihat Zara yang masih terjaga sambil duduk melamun
seperti ada yang sedang dipikirkannya.
“Kak Zara, kok
akhir-akhir ini aku perhatikan kakak jadi sering melamun, kakak punya masalah?
cerita dong siapa tau aku bisa bantu.” tegur Alya
“Lagi mikirin ujian
ya? Ciyee yang mau lulus, lagi bingung mikirin universitas yang mau dipilih nih
kayanya, soalnya kalo kakak mikirin ujian gak mungkin deh, kan kakak jenius,
hehe.” Tebak Alya yang mencoba menerka apa yang sedang Zara pikirkan.
“Hus, kamu ini
ngawur, jangan berlebihan gitu.” sanggah Zara
“Ya sudah, supaya aku
gak ngawur dan nebak asal-asalan kakak cerita dong ada masalah apa?” Tanya Alya
lagi dengan tidak sabar. Zara adalah sosok kakak yang sangat disayangi oleh
Alya, karena Zara begitu memahami Alya ketika Alya dalam keadaan susah maupun
senang dan Zara selalu menjadi orang pertama yang mendukung Alya dalam keadaan
apapun, itu sebabnya kenapa Alya begitu peduli pada Zara, terutama ketika Zara
berusaha menyimpan masalahnya sendiri dan menutupinya dari adik-adiknya. Tetapi
Alya tau itu dan tidak ingin Zara terus merasa bimbang dengan masalah yang
dialaminya.
“Aku memang bingung
tentang kuliah, tapi aku bukan bingung tentang memilih universitas mana yang
aku pilih melainkan tentang apakah aku ingin melanjutkan kuliah atau tidak.”
jawab Zara setelah menimbang-nimbang apakah akan menceritakan masalahnya pada
Alya atau tidak.
“Lho kok gitu?” jawab
Alya kaget.
“Aku hanya lelah
saja, lelah dengan semua aktivitas belajarku selama ini, semua tugas sekolah
yang seolah tiada akhirnya, jadi aku menimbang-nimbang dan berpikir apakah
lebih baik untuk berhenti sampai disini saja setelah lulus dari sini dan
membantu ibuku di kampung.” jelas Zara
“Astagfirullah kak,
kakak gak mikirin bagaimana reaksi kedua orang tua kakak nanti, mereka akan
sangat kecewa jika kakak memutuskan hal seperti itu. Kakak satu-satunya putri
mereka dan cuma kakak satu-satunya harapan mereka.” terang Alya mencoba
menghentikan pikiran Zara untuk tidak melanjutkan sekolah.
“Aku nggak tau Al,
selama ini aku mungkin pintar dalam segala pelajaran tapi aku tidak tau apa
makna dari semua ini, aku dengan mudahnya mendapatkan semua yang kuinginkan,
tetapi aku tidak pernah merasa yakin dengan apa yang kulakukan, apa yang
sebenarnya kuinginkan akupun tidak tau, dan aku juga berpikir mungkin ibuku di
kampung lebih membutuhkanku untuk membantunya bekerja.” jelas Zara
“Sekarang aku tanya
sama kakak, kakak tau nggak apa makna dari ilmu pengetahuan? Seberapa
pentingnya ilmu pengetahuan itu bagi kita? “ tanya Alya. Zara hanya diam tidak
menjawab pertanyaan Alya, sebenarnya dia tau apa itu ilmu pengetahuan, ustadz
dan ustadzah mereka di pesantren sering mengajarkan mereka tentang hal itu,
tapi Zara tidak pernah memaknainya dengan sungguh-sungguh. Dia hanya berpikir
belajar untuk ujian, hanya itu.
“Kak Zara, aku nggak
bermaksud ingin menggurui kakak, aku yakin kakak pasti lebih tahu dari aku dan
lebih paham dibandingkan aku, aku hanya ingin mengingatkan kakak sebagai
seorang adik kepada kakaknya dan mencoba membantu kakak untuk keluar dari
masalah yang kakak hadapi. Ustadz Rahman pernah mengajarkan tentang sebuah
hadits kepada kita. Rasulullah pernah bersabda “tuntutlah ilmu dari buayan
sampai liang lahat,” bukankah itu artinya tidak ada kata lelah dalam menuntut
ilmu, tidak ada kata berhenti dalam menuntut ilmu, dan lagi ibu kakak pasti
akan lebih senang jika melihat putri semata wayangnya terus melanjutkan
sekolahnya dan menjadi putri yang membanggakan.
Zara merenungkan
perkataan Alya dan membenarkan apa yang disampaikan oleh Alya. mereka terus
melanjutkan pembicaraan mereka hingga malam pun semakin larut dan berlalu.
Sepanjang hari di
sekolah Zara selalu memikirkan perkataan Alya tadi malam tentang pentingnya
menuntut ilmu.
Zara mengingat-ingat
apa yang disampaikan Alya padanya, “Kak Zara, ilmu itu membuat seseorang jadi
mulia, baik dihadapan manusia juga dihadapan Allah, begitu banyak kemuliaan
dari menutut ilmu, Nabi pernah bersabda “Barangsiapa berjalan di satu jalan
dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalan baginya menuju surga. Dan
sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi penuntut ilmu tanda ridha
dengan yang dia perbuat.” Tutur Alya panjang lebar, Zara mulai menangis dan
memeluk Alya, dia berterima kasih karena Alya sudah peduli padanya dan mau
mengingatkannya akan kesalahannya, Zara sadar akan kesalahan yang telah dia
lakukan dan berjanji akan memikirkan lagi keputusannya untuk melanjutkan pendidikanya
ke jenjang yang lebih tinggi.
Sepanjang pelajaran
ustadz Ilyas Zara terus menyimak apa yang ustadz Ilyas sampaikan, beliau sedang
menjelaskan tentang pentingnya menuntut ilmu.
“Hendaknya setiap
muslim tidak membiarkan dirinya terus-menerus dalam keadaan bodoh akan ilmu
agamanya sendiri. Sebab kebodohan itu apabila terus-menerus di pelihara dapat
mengantarkannya kepada kehinaan dan kerugian yang besar. Itulah mengapa
menuntut ilmu itu sangat penting bagi setiap manusia. Seseorang yang berilmu
adalah cahaya yang menjadi petunjuk bagi manusia dalam urusan agama maupun
dunia. Imam Ahmad bin Hambal pernah berkata “Manusia sangat berhajat pada
ilmu lebih daripada hajat mereka pada makanan dan minuman, karena manusia
berhajat pada makanan dan minuman sehari sekali atau dua kali akan tetapi
manusia berhajat pada ilmu sebanyak bilangan nafasnya.” Zara begitu terhanyut
dengan penjelasan ustadz Ilyas hingga tanpa sadar dia menitikkan air matanya,
dia sadar betapa bodohnya dia selama ini. Orang tuanya mengirimnya ke pesantren
ini agar dia menjadi pribadi yang lebih baik, paham ilmu agama dan
mengamalkannya. Tapi dia bahkan sempat berpikir bahwa belajar itu melelahkan.
Padahal jika seseorang itu bersungguh-sungguh dan ikhlas menuntut ilmu maka
seberapapun ilmu yang dia miliki, dia akan terus-menerus merasa haus dan selalu
ingin menambah ilmunya lagi dan lagi bahkan hingga akhir hayatnya.
Ujian kelas XII
dilaksanakan selama 2 minggu. Dan hari perpisahan itupun tiba, setiap ada
pertemuan pasti ada perpisahan. Alya, Nabila dan Salwa sangat sedih melepas
kepergian Zara dari pesantren. Terutama Alya yang sedih karena Zara pernah
bilang tidak mau melanjutkan kuliahnya.
Zara menghampiri
adik-adik yang akan dia tinggalkan dan memeluk mereka satu-persatu, dia merasa
sedih karena harus meninggalkan mereka semua yang selama ini selalu ada
untuknya, hingga tiba saatnya Zara berhadapan dengan Alya yang sedang berusaha
menahan air matanya karena harus melepas kepergian kakak yang dia sayangi
selama ini.
“Alya, ada sesuatu
yang ingin ku tunjukkan padamu” Zara menyodorkan sebuah amplop pada Alya, Alya
sempat bingung amplop apa itu, dia membukanya dan betapa terkejutnya Alya bahwa
isinya adalah sebuah surat pemberitahuan bahwa Zara lulus beasiswa sekolah di Mesir.
Alya begitu bahagia membacanya, dia langsung memeluk Zara dan meneteskan air
mata haru. Ternyata Zara diam-diam mengikuti tes tanpa sepengetahuan Alya
karena ingin memberikan kejutan untuknya.
“Terima kasih Alya,
kamu adalah salah satu alasanku mengapa aku memutuskan untuk ikut tes ini, aku
tidak akan pernah melupakan apa yang kamu sampaikan padaku malam itu dan aku
tidak akan melupakan pesantren ini yang telah mengajarkan aku banyak hal dan
mempertemukanku dengan sosok teman, adik, juga saudara sepertimu, Salwa dan
Nabila.” tutur Zara dalam pelukannya.
Mereka berdua pun
larut dalam tangisan haru dan bahagia dengan semua nikmat Allah yang telah
diberikan-Nya pada mereka semua, mereka yakin bahwa Allah tidak akan membiarkan
hambanya terus-menerus berada dalam kegelapan selama hambanya memiliki niat
yang lurus dan ikhlas dalam hatinya dan Allah tidak akan pernah memberikan
ujian ataupun cobaan melebihi dari kemampuan makluk-Nya.
Cerpen karangan :
Muslimah Syurga (16/08/2015)
0 komentar:
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.